LEMBAGA PERS MAHASISWA INSTIK ANNUQAYAH

Minggu, 01 April 2012

Menjadi Pengurus LPM, Menjadi Artis!

Oleh: Nur Faizah

Salah seorang teman saya berkata, “al-Ghazali, WS. Rendra dan tokoh-tokoh berpengaruh yang lain dikenang jasa-jasanya karena mereka sudah pergi meninggalkan dunia untuk selamanya. Dari itulah mereka tercatat dalam sejarah. Seandainya mereka masih hidup sampai sekarang maka mungkin pembicaraan tentang mereka tidak akan sefenomenal saat ini”.
Pernyataan teman saya di atas, selalu saya jadikan cambuk untuk tetap bertahan di DPM Institut Ilmu Keislaman Annuqayah. Bagaimana bisa? Gak nyambung banget! Mungkin terlintas pertanyaan itu di benak pembaca LPM News. Ceritanya begini, tolong dibaca dengan baik.
Tiga tahun yang lalu, ketika saya baru merasakan menjadi mahasiswa, saya diperkenalkan dengan seorang senior yang waktu itu menjadi pengurus LPM Putra. Dia bertanya pada saya, “setelah kamu masuk kampus, kamu akan aktif dimana?” waktu itu saya masih belum mempunyai jawaban yang tepat karena yang ada dipikiran saya bukan organisasi intra kampus melainkan keinginan untuk belajar dan kuliah dengan baik. Masalah aktif di organisasi intern kampus, sejauh ia dapat membantu saya mengembangkan diri ke arah yang lebih baik saya akan memasukinya baik itu LPM, BEM ataupun DPM yang waktu itu saya belum banyak tahu tentang mereka. Di samping itu, kalau boleh jujur, saya adalah tipe orang yang kurang suka dengan organisasi.
Senior tersebut menganjurkan saya untuk masuk di LPM. Saya bertanya, ”kenapa dengan LPM? Dia menjawab” masuk di LPM, kamu akan jadi artis! Tegasnya waktu itu. Wow!!! Hebat dong! Singkat cerita, saya mulai aktif di kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pengurus LPM, waktu itu masih diketuai oleh Mbak Anna Zakiyah Hastriana. Mulai dari Diklat Jurnalistik Dasar, Kafe dan kajian Pers, dan di kesempatan inilah tulisan saya diberi nilai 80 oleh Ra Mustofa, Analisis Media dan sederet kegiatan LPM yang lain.
Tepat pada semester tiga, saya mulai masuk dalam struktur kepengurusan LPM. Dimulailah proses dan petualangan di LPM. Ada banyak hal baru tentang dunia jurnalistik yang membuat saya harus mulai mensyukuri keterlibatan saya di LPM. Nilai kebersamaan, nilai perjuangan dan pengorbanan ketika harus menangis berdua saja dengan bak Amie lantaran Dinamika edisi V mulai ditinggal oleh para kru. Namun pada akhirnya Dinamika bisa terbit dengan selamat karena perlahan-lahan sebagian kru mulai bangkit dan melangkah beriringan.
Nilai kebersamaan itu juga amat terasa ketika pengurus LPM dan kru Dinamika edisi VI hunting data ke kabupaten Bangkalan. Berpanas-panas dan mengerutkan kening di sepanjang sisi jembatan Suramadu. Tawa yang meledak ketika kita merasa lucu dengan nama pesantren tempat kita bermalam selama hunting data. Ah! Semuanya masih terekam jelas dan segar di benak saya.
Dan inilah korelasi dari paragraf pertama tulisan saya, mengapa saya mengatakan kata-kata teman saya dijadikan cambuk untuk tetap bertahan di DPM. Setelah dua tahun berproses dan merasakan pahit getir di LPM, menjelang pelaksanaan kongres IX KBM Putri INSTIKA, ada salah seorang ketua partai yang ingin menjadikan saya sebagai kandidat partainya untuk dicalonkan sebagai ketua DPM. Spontan saya langsung menolak. Alasan saya karena saya memang tidak banyak tahu tentang DPM. Terutama sekali, mana mungkin saya dapat meninggalkan cinta yang telah tercipta di LPM. Bukan hanya penolakan yang saya lakukan namun saya juga menyembunyikan semua persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh ketua partai kepada tim pemilu, dalam hal ini adalah KHS dan NIMKO.
Entah bagaimana ceritanya, sekalipun saya menyembunyikan KHS dan NIMKO milik saya, mereka tetap mendapatkatkannya melalui pihak kampus. Nekat sekali, pikir saya waktu itu. Yah, pada akhirnya saya memang harus berpisah dengan teman-teman LPM. Jujur, setiap kali melihat pengurus LPM bersibuk ria dengan persiapan kegiatan Pekan Menulis, penerbitan LPM News ada sedikit rasa sakit yang menggores. Karena saya bukan lagi bagian dari mereka sekalipun secara fisik tetap bersama mereka.
Namun, tulisan ini bukan berarti saya akan mengesampingkan tugas dan tanggung jawab saya di DPM. Bagaimanapun juga, ini adalah kepercayaan dan amanat yang diberikan oleh teman-teman mahasiswa yang harus saya jalankan dengan baik. Sementara tidak semua orang mendapatkan kepercayaan ini. Secara struktural saya berada di kepengurusan DPM, namun jiwa saya tetap LPM. Semoga ketiadaan saya di strukur LPM menjadi bahan pertimbangan bagi pengurus LPM untuk mengingat masa-masa indah bersama saya. Seperti yang dikatakan teman saya bahwa wafatnya Al-Ghazali dan tokoh-tokoh lain yang membuat ia dikenang sepanjang sajarah. LPM is my creature home, I’m still loving you!

1 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda